Sejarah dan perkembangan sistem penyelenggaraan makanan Rumah sakit di Indonesia
Dalam sejarahnya, penyelenggaraan makanan
kelompok sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Namun penyelenggaraan makanan
kelompok secara lebIh profesional baru dimulai pada pertengahan abad ke-17
bersamaan dengan awal revolusi Eropa. Pada masa itu dirasakan perlu adanya
usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja
para pekerja di
berbagai industri. Pemberian makanan yang memenuhi syarat
terbukti dapat meningkatkan produktivitas kerja para pekerja pabrik. Robert
Owen adalah seorang pelopor penyelenggaraan makanan bagi pekerja industri
yang dikelola secara
efisien dan efektif.
Inilah awal dari
penyelenggaraan makanan industri(inflant food service).
Di Indonesia sejarah dan perkembangan
mengenai penyelenggaraan makanan institusi masih sangat terbatas. Namun adanya
pendirian institusi-institusi yang menggunakan banyak tenaga kerja seperti perkebunan yang luas, pembuatan jalan diluar
kota, pembangunan jembatan yang besar, penerbangan dan perkayuan mengakibatkan
pengelolanya harus memikirkan pengadaan makanan bagi
buruh-buruhnya.Penyelenggaraan makanan yang didasarkan atas kebutuhan karyawan
akan zat gizi agar memperoleh
tingkat kesehatan yang
optimal yang memungkinkan
tercapainya kerjamaksimal baru
dilaksanakan pada awal abad ke-20
Sekitar
tahun 400 masehi,
penyelenggaraan makanan massal
sederhana telah ada untuk pekerja yang mendirikan candi kerajaan Kutai
di Kalimantan Timur. Penyediaan makanan untuk pekerja paksa yang bekerja di
perkebunan, pembuatan jalan kereta api, jalan raya, ataupun bangunan besar
seperti museum dan istana. Pada abad ke-17 tercatat ada rumah tahanan, rumah
sakit serta panti asuhan
Di zaman dahulu tata laksana makanan tidak
dikenal, manusia pada zaman itu memerlukan makanan hanya untuk menghilangkan
rasa lapar dan mempertahankan hidup. Karena itu pengolahan dan penyajian
makanan seperti sekarang tidak ada. Bahan makanan dimakan tanpa diolah, kecuali
bila perlu. Misalnya bahan makanan yang berasal dari hewani, dimakan setelah
dipanggang di atas bara (Maryati, 2000). Sesuai dengan kemajuan peradaban dan
ilmu pengetahuan, makanan kemudian dikenal sebagai kebutuhan mutlak, bukan saja
untuk menghilangkan rasa lapar dan kelangsungan hidup, tetapi juga untuk menjaga
kesehatan dan pertumbuhan badan yang pesat, baik jasmani maupun rohani. Karena
itu bahan makanan dibuat dan diatur sedemikian rupa, sehingga tidak saja dapat
dicerna tetapi juga dapat menimbulkan nafsu makan (Maryati, 2000). Akan tetapi,
penyelenggaraan makanan kelompok yang dilakukan pada masa itu belum di kelola
secara profesional dan jauh dari tujuan komersial. Penyelenggaraan pelayanan
makanan kelompok masih bersifat keramah tamahan (bospitality).
Untuk maksud tersebut, kemudian mulai
dilakukan penyusunan menu yang cocok untuk berbagai keperluan, pemilihan bahan
makanan yang tepat dan baik, cara pengolahan dengan berbagai bumbu, kemudian
cara penyajian hidangan yang menarik. Makin tinggi pengetahuan manusia, makin
banyak usaha yang dilakukan dalam tata laksana makanan agar makanan menjadi
lebih berguna untuk kepentingan tubuh (Maryati, 2000).
Menurut Moehyi (1992), penyelenggaraan
makanan adalah suatu proses menyediakan makanan dalam jumlah besar dengan
alasan tertentu. Sedangkan menurut Depkes (2003), penyelenggaraan makanan
adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan
pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaian status yang
optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan,
pelaporan, dan evaluasi yang bertujuan untuk mencapai status kesehatan yang
optimal melalui pemberian makan yang tepat (Rahmawati, 2011). Rumah sakit dalam
fungsinya sebagai sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat luas, diharapkan
dapat mewujudkan kesehatan masyarakat dengan ikut serta berperan dalam
mempercepat penyembuhan dan pemulihan penderita.
Pada perkembangannya, pelayanan pendukung
medis seperti instalasi gizi di suatu rumah sakit merupakan suatu kegiatan yang
membantu dalam upaya penyembuhan dan pemulihan penderita, yang kegiatannya
bermula dari usaha dapur sampai pengolahan diet bagi penderita. Dalam petunjuk
tentang ukuran akreditas rumah sakit, dinyatakan bahwa pelayanan gizi merupakan
salah satu fasilitas dan pelayanan yang harus ada di rumah sakit. Bagian ini
harus diatur dengan mempertimbangkan kebutuhan klinis, kebutuhan masyarakat,
keamanan, kebersihan, sumber-sumber dan manajemen tepat guna. Dimana dalam
proses penyembuhan pasien dibantu dengan adanya makanan yang memenuhi syarat,
baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Andry Hartono, 2000).
Berbagai departemen/instansi pemerintah
yang bersangkutan dengan pelaksanaan Inpres no. 20 tahun 1979, telah mengadakan
latihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi para petugas gizi
dalam merencanakan dan mengelola program gizi. Pelayanan gizi rumah sakit dalam
ini wadahnya adalah instalasi gizi, bertujuan untuk memberikan makanan yang
bermutu, bergizi, higiene dan sanitasi yang baik pada instalasi gizi yang
sesuai dengan standar kesehatan bagi pasien, sekaligus untuk mempercepat proses
penyembuhan pasien. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penting diterapkan
manajemen dalam penyelenggaraan makanan sehingga menghasilkan makanan yang
bermutu dan kebersihan makanan yang memenuhi syarat kesehatan (Rachmat, R
Hapsara Habbit , 2004).
Dalam pelaksanaannya, Pelayanan gizi yang
diselenggarakan di Rumah sakit bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam
keadaan sakit atau sehat selama mendapat perawatan. Termasuk klasifikasi ini
adalah rumah sakit type A, B, C, D, E, khusus, rumah sakit bersalin, balai
pengobatan ataupun puskesmas perawatan. Rumah sakit saat ini telah memiliki
mekanisme penyelenggaraan makanannya yang meliputi :
1.
Perencanaan Anggaran Belanja :
Merupakan kegiatan penyusunan biaya yang
diperlukan untuk pengadaan bahan makanan bagi pasien yg dilayani yang bertujuan
agar tersedianya anggaran yg diperlukan utk pasien.
2.
Perencanaan Menu :
Suatu kegiatan penyusunan menu yang diolah
untuk memenuhi selera pasien dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi
seimbang. Penyusunan menu diselenggarakan dibawah pengawasan ahli gizi sehingga
memungkinkan pasien untuk mengkonsumsi makanan yang baik untuk kesehatannya.
Hal ini bertujuan agar tersedianya siklus menu sesuai klasifikasi pelayanan
yang ada di Rumah Sakit, misalnya siklus menu 10 hari. Pemberian makan pasien
dilakukan dengan beberapa peraturan seperti adanya standar porsi, standar resep
serta standar bumbu.
3.
Perhitungan Kebutuhan bahan makanan :
Adalah Kegiatan penyusunan yang diperlukan
utk pengadaan bahan makanan sehingga makanan yang disajikan dapat sesuai dengan
standar resep yang telah tersedia serta tercapainya usulan anggaran dan
kebutuhan bahan makanan utk pasien dlm 1 tahun anggaran.
4.
Pemesanan dan Pembelian bahan makanan :
Penyusunan dan permintaan bahan makanan
dilakukan berdasarkan menu dan rata-rata jumlah pasien yang dilayani dengan
tujuan agar tersedianya daftar pesanan BM sesuai standar atau spesifikasi yg
ditetapkan.
5.
Penerimaan bahan makanan :
Kegiatan yang meliputi
pemeriksaan/penelitian, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas dan
kuantitas BM yg diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yg telah
ditetapkan, yang bertujuan agar tersdianya BM yg siap utk diolah.
6.
Penyimpanan dan
Penyaluran BM
Pada proses penyimpanan bahan makanan
kering & basah dijaga kualitas maupun kuantitas di gudang bahan makanan
kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya, yang bertujuan untuk
tersedianya bahan makanan siap pakai dengan kualitas dan kuantitas yang tepat
sesuai perencanaan.
7.
Persiapan bahan makanan:
Merupakan Serangkaian kegiatan dalam
penanganan bahan makanan, yaitu meliputi berbagai proses seperti membersihkan,
memotong, mengupas, mengocok, merendam, dll.
8.
Pengolahan/Pemasakan bahan makanan :
Adalah Kegiatan mengubah bahan makanan
mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas dan aman untuk dikonsumsi
yang bertujuan untuk mengurangi resiko kehilangan zat gizi makanan,
meningkatkan nilai cerna, meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa,
keempukan dan penampilan, serta agar bebas dari organisme dan zat berbahaya.
9.
Pendistribusian bahan makanan:
Merupakan serangkaian kegiatan penyaluran
makanan sesuai jumlah porsi dan jenis makanan pasien yg dilayani dengan
mendapatkan makanan sesuai diet yang dibutuhkan
Referensi
:
Depkes
RI. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Direktorat Rumah Sakit.
Khusus dan Swasta, Dit. Jen. Yanmedik.
dr.
Andry Hartono,2006. Diet Rumah Sakit.jakarta
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21139/5/Chapter%
Maryati,
Sri, 2000. Tata Laksana Makanan, Rineka Cipta. Jakarta
Moehyi,
S. 1992. Penyelenggaran Makanan Institusi Dan Jasa Boga. Jakarta : Bhatara
Rachmat,
R Hapsara Habib. 2004. Pembangunan Kesehatan di Indonesia. UGM, yogyakarta
Rahmawati.
(2011) Pola Makan dan Aktifitas Disik dengan Kadar Glukosa Darah Penderita
Diabetes Mellitus tipe 2 Rawat Jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar.
Skripsi. Universitas Hasanuddin.