Senin, 19 Oktober 2015

Cuka

CUKA
Cuka merupakan salah satu gugus asam karboksilat yang paling sederhana. Cuka atau yang mempunyai nama lain asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organic yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H402, Rumus ini sering kali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni atau disebut juga asam asetat glacial adalam cairan higroskopis tak berwarna yang memiliki titik beku 16,7oC .

Fermentasi adalah perubahan struktur kimia dari bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai bioktalis. Mekanisme fermentasi asam cuka melalui dua tahap yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asetat. Pada fermentasi alkohol, pertama-tama gula yang didapat dari bahan baku diubah menjadi alkohol dan CO2 yang berlangsung secara anaerob. Setelah alkohol dihasilkan, kemudian terjadi fermentasi asam asetat yang diubah oleh bakteri tertentu menjadi cuka melalui mekanisme oksidasi. Proses ini merupakan salah satu contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob, atau menggunakan oksigen. Bakteri yang berperan dalam proses fermentasi ini adalah acetobactera aceti dengan substrat etanol (alkohol). Dengan oksigen yang cukup, baketri tersebut dapat menghasilkan cuka dari berbagai makanan yang mengandung alkohol, misalnya buah-buahan seperti apel dan anggur, biji-bijian seperti malt dan beras, umbi-umbian seperti kentang dan singkong, serta bahan-bahan yang mengandung cukup banyak gula seperti cairan buah, madu, atau sirup


Untuk difermentasikan menjadi asam cuka, bahan-bahan tersebut harus mengalami proses fermentasi alkohol terlebih dahulu yang membutuhkan mikroba pemecah gula seperti saccharomyces sp. Setelah alkohol terbentuk, bahan tersebut kemudian dioksidasi oleh acetobacter menjadi asam cuka. Proses perubahan tersebut disebut proses acetifikasi.
Reaksi kimia yang terjadi yaitu :
C2H5OH + O2 ----> CH3COOH + H2O

Energi yang dihasilkan dari fermentasi asam cuka 5X lebih besar dibandingkan energy yang dihasilkan dari fermentasi alkohol secara anaerob. Jika fermentasi alkohol umumnya menghasilkan 2 ATP, pada fermentasi asam cuka energy yang dihasilkan dapat menjadi 10 ATP. Fermentasi asam cuka berlangsung aerob karena memproduksi H2O (air). Namun meskipun terjadi secara aerob, proses ini tetap disebut fermentasi karena bahannya adalah alkohol yang merupakan senyawa produk dari proses fermentasi
Asam cuka sebagai  hasil dari proses fermentasi memiliki beberapa manfaat, diantaranya :
a.    Sebagai asam asetat yang digunakan dalam produksi polimer maupun berbagai macam serat dan kain
b.    Bahan pengatur keasaman pada industry makanan
c.    Bahan minuman seperti cuka apel
d.    Pelunak air dalam rumah tangga
e.    Sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan kimia lain seperti vinil asetat, selulosa asetat, asetat anhidrit, estar asetat, serta garam asetat

Jenis cuka beragam dan dapat dibedakan bedasarkan metode fermentasinya maupun bedasarkan bahan bakunya. Bedasarkan metode fermentasinya, jenis cuka dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu :

1.     Slow fermentation
Adalah pembuatan cuka dengan metode tradisional. Pada metode ini biasanya fermentasi dilakukan dalam tong-tong lalu difermentasi dalam waktu yang cukup lama dengan minimal waktu perfermentasian adalah 3 bulan atau dapat sampai bertahun-tahun. Bahan yang akan dibuat dihancurkan terleih dahulu kemudian difermentasi dalam tong-tong. Flavor yang dihasilkan dari fermentasi jenis ini akan lebih kaya dan enak

2.    Fast fermentation
Dikenal sebagai fermentasi modern. Pada pembuatannya digunakan kultur murni. Waktu fermentasi dengan metode ini relatif lebih cepat yaitu hanya beberapa hari, serta memiliki flavor lebih sfesifik asam asetat karena hanya menggunakan mikroba dengan jenis tertentu

Bedasarkan bahan bakunya jenis cuka dapat dibedakan menjadi beberapa jenis tergantung dari bahan pembuatannya, seperti :

1.     Malt vinegar
Adalah cuka yang terbuat dari gandum dan barley yang dikecambahkan. Cuka ini menyebabkan pati dalam biji berubah menjadi maltosa. Maltosa diperam untuk mendapatkan alkohol yang kemudian akan diubah menjadi cuka. Cuka jenis ini berwarna coklat bening

2.    White wine vinegar
Biasa juga disebut spirit vinegar. Bahan bakunya adalah alkohol yang dioksidasi. Kebanyakan white vinegar merupakan larutan 5% asam asetat. Warna yang dihasilkan adalah putih bening, dan biasa dibuat dari biji-bijian (jagung) dan air. Cuka jenis ini biasa digunakan dalam pembuatan pickle dan juga digunakan sebagai bahan sanitasi

3.    Wine vinegar
Cuka jenis ini terbuat dari wine putih dan dan wine merah. Kualitas wine vinegar yang lebih baik dimatangkan dalam tong kayu selama 2 tahun dan menghasilkan flavor yang kompleks. Wine vinegar mempunyai keasaman yang lebih rendah dari cider vinegar

4.    Apple cider vinegar
Cuka ini terbuat dari sari buah apel, atau ampas dari jus apel. Memiliki warna coklat kekuning-kuningan serta mengandung starter alami dari cuka. Cuka apel mengandung senyawa antioksidan alami yang dapat membantu menetralkan radikal bebas hasil proses oksidasi dalam tubuh serta menanggulangi penyakit degeneratif

5.    Cuka kesemek
Cuka jenis ini berasal dari korea. Dibuat dari buah kesemek yang difermentasikan dengan cara diperam. Biasa digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan raja. Lama fermentasinya selama 3 bulan. Jika diinginkan flavor yang lebih enak, fermentasi dilakukan lebih dari 6 bulan

6.    Rice vinegar
Cuka jenis ini banyak dibuat di asia timur dan asia tenggara. Berasal dari beras dan berwarna kuning, merah, dan hitam

7.    Palm vinegar
Merupakan jenis cuka yang berasal dari Filipina. Terbuat dari getah buah nipa muda yang dikumpulkan selama beberapa hari. Memiliki tekstur yang lembut dan berwarna putih keruh

8.    Coconut vinegar
Cuka ini berasal dari filiphina. Terbuat dari air kelapa dan berasa asam dengan sedikit rasa “slighty yeasty”. Biasa digunakan dalam makanan india dan asia tenggara serta berwarna putih keruh

9.    Chinese black vinegar
Merupakan cuka yang terbuat dari beras, gandum, mollet, sorgum, atau kombinasi dari semuanya. Memiliki warna hitam pekat seperti tinta dan berasa seperti gandum. Juka jenis iniberasal dari china






REFERENSI
Anonim. 2013. Teknik Fermentasi. (http: // akademik.che.itb.ac.id /labtek /wpconten/ upload/ 2012/05/fer-teknik-fermentasi.pdf

Effendi Supli. 2002. Kinetika fermentasi asam asetat (vinegar) oleh bakteri Acetobacter aceti B. Jurnal tekhnologi dan industri pangan, Vol XIII No.2. Hal 1

 Fitri Laili, Hidayat Adi, Marlina reni. 2011. Isolasi dan aktifitas fermentasi bakteri asam asetat pada Nira Nipah. Jurnal pendidikan matematika dan IPA Vol 2 No.1. Hal 1-10


Zubaidah Eko. 2011. Pengaruh pemberian cuka apel dan cuka salak terhadap kadar glukosa darah tikus wistar yang diberi diet tinggi gula. Jurnal tekhnologi pertanian Vol 12 No.3. Hal 163-169 

Proses pengalengan Ikan

Pengalengan ikan

Pengalengan ikan  adalah suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah kaleng yang ditutup dan disterilkan secara komersial untuk  menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, dan mengubah ikan dalam bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan tetapi memiliki kandungan nilai gizi yang sedikit menurun karena proses denaturasi protein akibat proses pemanasan bila dibandingkan dengan ikan segar, namun lebih tinggi bila dibandingkan sumber protein nabati seperti tahu dan tempe. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dari kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa.
Metode pengawetan dengan cara pengalengan pertama kali ditemukan oleh Nicholas Appert, Seorang ilmuan prancis. Pada umumnya tidak semua jenis ikan diawetkan dengan cara pengalengan.  Jenis ikan yang biasa dikalengkan adalah ikan segar dari beberapa spesies seperti sarden, lemuru mackerel, dan tuna.
Menurut mayasari(2013), Proses pembuatan ikan kaleng melalui beberapa tahap,Yaitu :

1.     Persiapan wadah
Wadah yang digunakan pada umumnya berupa kaleng. Kaleng yang lulus pengujian kualitas kemudian dicuci dalam air sabun hangat dan dibilas dengan air bersih

2.    Penyiapan bahan mentah


Pemilihan bahan baku ikan berasal dari ikan segar, ikan yang akan dijadikan sarden biasanya didapat dari nelayan ikan, ikan-ikan dijual langsung oleh pemilik perahu atau dikumpulkan terlebih dahulu oleh pengepul. Tahapan pertama disebut dengan pengguntingan (cutting) menggunakan gunting besi. Ikan digunting pada bagian predorsal (dekat dengan kepala) kebawah kemudian sedikit ditarik untuk mengeluarkan isi perut. Pada ikan balo diberikan sedikit perlakuan khusus, yaitu sebelum digunting sisik-sisik yang terdapat diseluruh badannya dihilangkan terlebih dahulu dengan menggunakan pisau.  Dalam tahapan pengguntingan juga dilakukan sortasi, bahan baku ikan disortasi dari campuran ikan yang lain dan dari sampah serta serpihan karang yang ikut terbawa saat proses penangkapan ikan.

3.    Pengisian (filling)










Tahap ini merupakan tahap pemasukkan ikan dan bumbu ke dalam kaleng. Dalam pengisian ini posisi ikan dalam kaleng diatur, misalnya bila telah ditentukan bahwa dalam satu kaleng terdapat empat ikan, maka sistem penataannya dua pangkal ekor ikan menghadp ke bawah dan dua pangkal lainnya menghadap keatas. Selanjutnya saos dimasukkam ke dalam kaleng yang telah terisi ikan.

4.    Penghampaan udara (Exhausting)
Penghampaan dilakukan dengan menambahkan medium pengalengan berupa saus cabai atau saus tomat dan minyak sayur dengan suhu yang digunakan +80oC. Pengisian saus dilakukan secara mekanis dengan menggunakan filter. Pada prinsipnya penghampaan ini dapat dilakukan melalui 2 macam cara. Pabrik dengan skala kecil biasanya melakukan pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan kedalam kaleng dengan keadaan panas dan wadah ditutup. Sedangkan pabrik pengalengan berskala besar melakukan exhausting dengan cara mekanis, yang dinamakan pengepakan vakum (vakum packed). Cara kerjanya adalah menarik oksigen dan gas-gas lain dari dalam kaleng kemudian segera dilakukan penutupan wadah.

5.    Penutupan wadah (stealing)
Penutupan wadah dilakukan untuk mencegah terjadinya pembusukan. Penutupan yang baik dan memenuhi standar akan mencegah terjadinya kebocoran dari satu kaleng yang dapat menimbulkan pengkaratan pada kaleng lainnya

6.    Sterilisasi
Proses sterilisasi dilakukan setelah proses penutupan kaleng, pembersihan sisa saos di kaleng, dan pemberian label kadaluarsa. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan mesin retort. Proses sterilisasi dilakukan tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan pathogen, tetapi berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak yang dapat dilihat dari penampilan, tekstur dan cita rasa sesuai dengan yang diinginkan.

7.    Pendinginan (cooling)
 Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit diatas suhu kamar yang bermaksud agar air yang menempel pada dinding wadah cepat menguap sehingga terjadinya karat dapat dicegah

8.    Pemberian label dan penyimpanan
Pemberian label dilakukan sesuai dengan keinginan produsen. Pemberian label  bertujuan untuk mengetahui bahan yang digunakan dan agar produk dikenal oleh masyarakat
Pengawetan pangan dengan pengalengan memiliki prinsip yaitu agar mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutu secara hermetis sehingga zat-zat maupun mikroorganisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan (sterilisasi komersial) hingga suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada. Proses pengalengan memiliki beberapa manfaat seperti :
  • Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada didalamnya. Makanan yang ada didalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau bahan pangan asing lain yang mungkin dapat menyebabkan kebusukkan atau penyimpangan penampakan dan cita rasanya.
  • Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap perubahan kada air yang tidak diinginkan
  • Kaleng dapan menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan, dan partikel radioaktif yang terdapat di atsmosfer
  • Dapat menjaga terhadap cahaya, khususnya untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia
Dalam menjaga mutu ikan kaleng banyak hal-hal yang perlu diperhatikan, karena mutu ikan kaleng tergantung pada kesegaran bahan mentah, cara pengalengan, peralatan, dan kecakapan serta pengetahuan pelaksana teknis, sanitasi, dan hygeni pabrik beserta lingkungannya. Kerusakan pada suatu produk pangan seringkali tak dapat dihindarkan, termasuk kerusakan dalam produk pengalengan.  Kerusakan pada produk kaleng meliputi kerusakan kimia, mikrobiologis, pengkaratan (korosi), dan imteraksi antara produk dengan bahan pembuat kaleng yang dapat meyebabkan perubahan yang tidak diinginkan. Pada dasarnya kerusakan utama pada makanan kaleng ditimbulkan oleh kurang sempurnanya proses termal dan pencemaran kembali sesudah pengolahan, yang dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu keadaan terlipatnya sambungan-sambungan kaleng, kontaminasi bakteriologis dari air pencuci atau air pendingin, serta peralatan kerja yang kurang baik. Kerusakan-kerusakan tersebut seperti perubahan warna, kerusakan karena sulfida, flat sours, dan penggembungan kaleng

Umumnya produk kaleng memiliki daya simpan antara dua hingga tiga tahun, Tergantung pada jenis produk dan tingkat pengolahan. Produk kaleng pada umumnya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dan dapat disimpan pada suhu kamar dan dimana saja. Akan tetapi penyimpanan pada suhu rendah dan kering akan memperpanjang masa simpan, Karena suhu yang tinggi dapat menyebabkan beberapa perubahan dan kerusakan seperti cita rasa, warna, tekstur, dan vitamin yang dikandung oleh bahan akibat terjadinya reaksi kimia serta tempat yang lembab dapat menyebabkan pengkaratan kaleng yang tidak diinginkan



REFERENSI
Hariyadi, P. (Ed). 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Faizatul Durrotul. 2013. Pengalengan ikan. Fakultas perikanan dan ilmu kelautan Universitas Brawijaya. Malang

Angraini, Shelica, Bhatara Ayu , Elka Annisa, Kuncoro M, Istiqomah, dan Rito Felly. 2013. Makalah proses termal hasil perikanan, sejarah pengalengan dan pengalengan secara umum. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Mayasari, Lina Dwi. 2013. Pengaruh hasil tangkapan ikan lemuru terhadap produksi pengalengan ikan PT Maya Muncar Banyuwangi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya. Surabaya

Wulandari, Agustin Dyah, Wahyuni Indah, Farid Akhmad. 2009. Kualitas mutu bahan mentah Dan produk akhir pada unit pengalengan Ikan sardine di PT Karya Manunggal Prima Suskes Muncar. Banyuwangi. Jurnal kelutan. Volume 2, No 1